SEBAGIAN dari umat Islam, masih memahami Islam secara sangat sederhana, yakni dengan memandang hanya urusan sholat wajib dan sunnah, mengaji dan beragam ibadah lainnya.
Masih belum banyak yang memahami bahwa Islam juga mendorong umatnya untuk memiliki etos kerja yang andal.
Dr. Thohir Luth dalam bukunya versi bahasa Indonesia yang berjudul “Antara Perut dan Etos Kerja dalam Perspektif Islam” menyatakan bahwa setiap Muslim, harus dapat menumbuhkan etos kerja secara Islami karena pekerjaan yang ditekuninya bernilai ibadah. Kemudian, hasil dari pendapatan dari pekerjaannya juga bisa digunakan untuk kepentingan ibadah, termasuk di dalamnya menghidupi ekonomi keluarga.
Nilai spiritual berupa “berkah” amat penting untuk diutamakan dalam bekerja, bahkan lebih penting dari segala-galanya. Pertimbangannya sederhana saja, penghasilan yang diperoleh dengan cara tidak halal, cepat atau lambat akan menjadi sumber malapetaka keluarga, masyarakat, negara dan agama.
Betapa kini bisa kita lihat, tidak sedikit orang yang nampaknya sudah sangat sukses dalam raihan ekonomi dan memiliki jabatan, namun keluarga mereka hancur berantakan. Anak-anaknya terlibat narkoba, pergaulan bebas dan sering berurusan dengan penegak hukum.
Oleh karena itu, Thohir Luth mengingatkan umat Islam agar menjauhi cara-cara mendapat rizki dengan mengambil hak orang lain, terutama hak orang miskin. Kemudian jangan curang dalam memperoleh rizki dengan merugikan pihak lain.
Oleh karena itu, agar seorang Muslim memiliki etos kerja yang andal, beberapa hal berikut sangat penting untuk diperhatikan secara serius dan terus menerus.
Pertama, niat ikhlas karena Allah Ta’ala semata. Niat memiliki posisi yang sangat penting dalam setiap aktivitas. Bahkan nilai pekerjaan sebagai ibadah atau tidak, bergantung pada niat untuk apa seeseorang melakukan sesuatu.
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya segala perbuatan bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya seseorang akan memperoleh (pahala) sesuai dengan apa yang ia niatkan…” (HR. Bukhari).
Niat ikhlas menurut Thohir Luth akan membantu kita a) sadar diri bahwa apapun yang kita lakukan senantiasa dalam pantauan Allah Ta’ala, b) kita semakin lebih ringan dalam bekerja karena memang hannya ingin mendapat ridha-Nya, c) senantiasa bersyukur atas apapun yang kita peroleh, d) kemudian menjadikan hasil bekerja untuk dibelanjakan pada jalan yang benar, e) menyadari apa saja yang diperoleh semua pasti ada pertanggungjawabannya kepada Allah Ta’ala.
Kedua, bekerja keras (Al-Jiddu fi al-‘amal). Dalam bekerja, lakulanlah dengna penuh kesungguhan, sepenuh hati, jujur dan mencari rizki yang halal dengna cara-cara yang halal pula. Dan, orang yang bisa bekerja keras seperti itu termasuk orang yang beribadah di jalan-Nya.
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang bekerja dan terampil. Barang siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah.” (HR. Ahmad). Dengan kata lain, Islam mengutuk perbuatan bekerja dengan cara malas dan asal-asalan.
Ketiga, milikilah cita-cita yang tinggi (Al-Himmah Al-‘Aliyah). Seorang Muslim tidak boleh puas menjadi bawahan seumur hidup. Biarlah hari ini kita bekerja sebagai buruh kasar, tetapi suatu saat kita akan menjadi majikan. Kali ini biarlah kita ke sana-kemari mencari pekerjaan, tetapi di suatu masa nanti kita akan membuka dan memberi peluang orang lain bekerja di tempat kita.
Semua itu tidak mustahil, asalakan kita memiliki kinerja yang baik, terus bersikap jujur, disiplin, dan senantiasa memperbaiki mutu diri. Kemudian menjauhi gaya hidup hura-hura, dan tidak lupa mensedekahkan sebagian dari penghasilan yang diperoleh untuk membantu anak yatim, fakir miskin, kaum dhuafa dan kepentingan sosial lainnya.
Keempat, tumbuhkanlah profesionalisme bekerja. Seorang Muslim dalam melakukan pekerjaan mesti sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Sungguh tidaklah cukup bekerja hanya dengan memegang teguh sifat amanah, kuat, kreatif dan bertaqwa, tetapi juga mesti benar-benar menguasai bidang pekerjaan yang digelutinya.
Kelima, jangan pernah bosan memberikan masukan berupa pendapat kepada rekan, atasan atau pun bawahan yang benar-benar diyakini dapat memajukan kinerja dan capaian institusi dimana kita bekerja, termasuk sifat kooperatif untuk saling meneguhkan dan meningkatkan kapasitas diri dalam bekerja.
Lima hal di atas adalah dasar dalam kita menumbuhkan etos kerja, dimana setiap Muslim mesti benar-benar melakukannya. Sebab Muslim yang bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menghidupi keluarga dan mencegah diri dari meminta-minta benar-benar mulia di sisi-Nya.
Rasulullah bersabda, “Demi Tuhan yang menguasai diriku, sesungguhnya orang (yang mencari nafkah) dengan encari kayu bakar, kemudian ia ikat, lalu dipikul dan terus dibawanya ke pasar untuk dijual, jauh lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang lain sebab meminta itu ada kalanya diberi dan ada kalanya tidak.” (HR. Bukhari).
Sebaliknya, Allah membenci Muslim yang malas bekerja. “Ada tiga perkara yang membuat Allah benci kepadamu, yaitu suka ribut (qila wa qala, maksudnya banyak ngomong yang katanya, katanya dan katanya) menyia-nyiakan harta, dan suka meminta-minta (tidak mau bekerja).” (HR. Bukhari).
Dengan menumbuhkan etos kerja, secara tidak langsung setiap Muslim telah ikut serta mengurngi antka kemiskinan dan pengangguran serta bertambahnya kebodohan. Sebab, kemiskinan individual terjadi karena sikap tidak mau bekerja alias malas.
Oleh karena itu, selepas sholat, Allah memerintahkan umat Islam untuk bertebaran mencari karunia-Nya, tentu di antaranya adalah dengan bekerja secar ikhlas dan profesional.
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ (١٠)
“Apabila telah ditunaikan sholat, bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah selalu, supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 10).
Terakhir, marilah belajar pada sosok Nabi Muhammad, yang sejak kecil telah terbiasa bekerja keras; menggembala kambing, berdagang, kemudian menjadi seorang kepala negara, panglima perang dan hakim atas apa segala macam bentuk persoalan umatnya. Insya Allah dengan demikian, jalan kta bahagia dunia-akhirat benar-benar akan Allah limpahkan dalam kehidupan kita. Aamiin. Wallahu a’lam.*
Sumber : http://www.kabarmuslimah.net/index.php/2016/08/05/raih-kesuksesan-dengan-menumbuhkan-etos-kerja-islami-untuk-bahagia-dunia-akhirat/
Jumat, 19 Mei 2017
Home
/
agama
/
islami
/
kisah islam
/
religion
/
Raih Kesuksesan Dengan Menumbuhkan Etos Kerja Islami untuk Bahagia Dunia-Akhirat
Raih Kesuksesan Dengan Menumbuhkan Etos Kerja Islami untuk Bahagia Dunia-Akhirat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar