Breaking

Sabtu, 06 Mei 2017

Dilahirkan, Ditinggalkan, Merana: Semoga Hidupnya Tak Sia-Sia

Jogja, kota yang dikenal sebagai kota pendidikan menorehkan data-data yang 'berkembang' dari waktu ke waktu. Penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu 3 tahun dengan melibatkan 1.600 lebih responden berstatus mahasiswi di Jogja, menunjukkan angka 97,05 % dari mahasiswi di Jogja mengakui dirinya sudah kehilangan keperawanannya saat menjalani kuliah. Sebagian besar karena niat dan alasan suka rela.


Speechless? Ini adalah sebuah hasil dari penelitian yang dilakukan 5–6 tahun yang lalu. Bagaimana dengan kondisinya saat ini? Berharap prosentase tersebut menurun sepertinya lebih mustahil ketimbang menegakkan benang basah atau menunggu menggambangnya batu hitam di dasar Sungai Code yang membelah Kota Jogja.

“Lho ini cucunya, Bu?” Semalam saya bertanya pada pedagang lauk-pauk di sebuah Pasar Tradisional yang terletak di selatan Kota Jogja. Tak biasanya si ibu tua membawa serta seorang anak kecil laki – laki berusia kurang lebih 5 tahun untuk turut berdagang. “Bukan, itu anak seorang mahasiswi yang dititipkan kepada kami sejak bayi," jawab ibu itu.

Anak seorang mahasiswi? Dititipkan? Sejak bayi? Berarti sudah 4–5 tahun yang lalu dititipkan? Jangan–jangan ...

Ternyata memang benar adanya demikian, sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran saya. Si anak laki – laki 'dititipkan' begitu saja dan tak pernah dijenguk kembali. Sejak hari dititipkannya, ibu kandung si anak laki–laki pergi entah ke mana dan tak kembali lagi. Kemungkinan terbesar si anak laki–laki ini adalah hasil dari hubungan gelap si mahasiswi dengan kekasihnya yang tidak mau bertanggungjawab.

Meleleh hati siapa pun jika mendengar kisah nyata dan melihat kondisi si anak laki–laki itu saat ini. Hidup bersama pasangan pedagang lauk pauk dan sayur ala kadarnya di pasar yang lebih cocok sebenarnya disebut sebagai kakek dan neneknya. Walau sepertinya si ibu pedagang tua pun juga menyayanginya seperti anak atau cucunya sendiri, namun bagaimanapun juga setiap anak manusia berhak mendapatkan kasih sayang dari orang tua kandungnya atau setidaknya orang – orang yang sedarah dengannya. Tapi itulah fakta yang terjadi dan harus dia jalani.

Apa yang sedang dilakukan ayah dan ibu kandungnya saat ini? Bisa jadi mereka masih meneruskan pendidikan S2-nya di sebuah perguruan tinggi di sebuah kota, atau sudah menjadi para eksekutif dan pekerja kelas menengah di sebuah kantor atau perusahaan ternama, sambil merencanakan masa depan dengan kekasih dan pasangannya masing- asing.  Bisa jadi ayah dan ibunya sudah memiliki keluarga dengan anak–anaknya sendiri yang notabene adalah adik dari bocah malang ini. Tentu saja dia tak akan diakui, setidaknya untuk saat ini, karena keberadaannya adalah bagian sejarah kelam. Kehadirannya justru akan merusak skenario hidup yang sedang dijalani ayah dan ibu kandungnya saat ini.

Saya pun teringat Natal beberapa hari lalu disambut oleh umat Kristiani di seluruh dunia dengan bahagia. Saat sebagian orang bersuka cita merayakan kelahiran bayi kudus Yesus. Bayi Yesus diperjuangkan dengan tetesan air mata dan darah oleh wanita suci yang dilecehkan oleh semua orang karena dituduh berselingkuh dan memiliki ‘anak haram’. Wanita suci ini adalah perawan yang belum menikah. Saya pun cuma bisa berbisik dalam hati, sebuah doa untuk si anak laki-laki kecil yang bermain di selasar pasar di malam–malam buta. Anak laki – laki kecil yang dibuang oleh ibu dan ayah kandungnya.

“Semoga suatu saat nanti, kau bisa menjadi seperti Isa yang lahir untuk menyelematkan dan memperbaiki dunia.”


Sumber : https://www.vemale.com/inspiring/lentera/100506-dilahirkan-ditinggalkan-merana-semoga-hidupnya-tak-sia-sia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar